Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Wednesday, March 12, 2014

Merangkum Tanya Pada-Mu


Assalamu'alaykumwrwb...

#Puisi



Merangkum Tanya Pada-Mu



Ikrar syahadat

Muslim!

Itukah aku

Dalam ucapan lidah

Tanpa sesal jika tetap bergelut lumpur dosa



Iyakah, Robbi?

(@bidadari_azzam, KL 10 maret 2014 malam)

Barokallohu fiikum, Salam Ukhuwah ... ^-^ ❤ Mari silaturrahim via twitter : @bidadari_azzam

(Still, you can visit Islamic Center Krakow, I'm here insya Allah... ;-) link islam-krakow.Poland ^_^)

Wassalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. :-)


 


Sunday, February 23, 2014

Short and Nice Messages

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. :-) 

Tahmid wa sholawat alannabiy... Sallallahu Alaihi Wasallam (صلی اللہ علیہ وسلم)










We have a lot of journeys, dear friends... Especially last year, in 2013.... Subhanalloh, we thanks to you all who always send duas/ prayer for our family in Krakow (then in other journeys in kuwait, Makkah, Madinah, and Malaysia right now). #Alhamdulillah thank You Allah... <3



This is my All-Time favorite. 

You must be willing to change. You must be willing to ,break the deal you made with the devils within. You must be willing to leave the past and not be tempted to rebound when times are tough. You must be willing to let go of everything and anyone that takes you back to your sins. 

You must be willing to have hope. You must be willing to have hope that you can change and that you will and that you will be better. You must believe you are worthy of change and you are worthy of improvement and you are worthy of being the best. 

You must be willing to set aside your negative notions about life, about hardships, about people, about things, about yourself. You must be willing to stop feeling sorry for yourself while looking at the world move around you. Get up and make something of yourself.

—Imam Ibn Qayyim Al jawzyyah

#Reminder for my self...

(Repost from cmwk.wordpress.com)

Happy weekend!

Barokallohu fiikum, Salaam Ukhuwah ... ^-^ ❤  twitter : @bidadari_azzam 

(Still, you can visit Islamic Center Krakow, I'm here insya Allah...
 ;-) http://islam-krakow.pl ^_^)

Wassalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. :-) 

Sunday, September 22, 2013

Keutamaan Silaturrahim

Assalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuh...



Foto : Silaturrahim dengan keluarga kakek dan paman di Makkah al-Mukarromah




Rasulullah sallallahu alayhi wasallam ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan aku ke surga."


Rasulullah menjawab, “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahim,” (HR. Bukhari). Dan yang terakhir, Rasulullah sallallahu alayhi wasallam pernah berkata pada sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq r.a bahwa tiga perkara berikut ini benar adanya.

Pertama, barangsiapa yang dizalimi kemudian ia memaafkan, maka kemuliannya akan bertambah.

Kedua, barang siapa yang meminta-minta untuk meningkatkan hartanya, maka hartanya akan berkurang.

Ketiga, barangsiapa yang membuka pintu pemberian dan silaturahim, maka hartanya kan bertambah.

Al-Qurthubi mengatakan, “Seluruh agama sepakat bahwa menyambung silaturrahim wajib dan memutuskannya diharamkan."

Ibnu Abidin al-Hanafi mengatakan, "Menyambung silaturrahim wajib meskipun hanya dengan mengucapkan salam, memberi hadiah, memberi pertolongan, duduk bareng, ngobrol, bersikap ramah dan berbuat baik.

Kalau seseorang yang hendak disilaturrahim berada di lain tempat cukup dengan berkirim surat, namun lebih afdol kalau ia bisa berkunjung ke tempat tinggalnya”. 


Silaturrahim (mempererat hubungan persaudaraan) merupakan salah satu contoh akhlq mulia. Orang-orang yang gemar menyambung silaturrahim akan mendapat balasan di dunia berupa:

1. Memperoleh rahmat& ridho Allah SWT.

2. Membuat orang yang dikunjungi berbahagia. Hal ini amat sesuai dengan sikap teladan Rasulullah sallallahu alayhi wasallam, “Amal yang paling utama adalah membuat seseorang berbahagia.”

Kebahagiaan sejati adalah membahagiakan saudara kita.

3. Menyenangkan malaikat, karena malaikat-Nya juga sangat senang bersilaturrahim.

4. Disenangi oleh manusia.

5. Membuat iblis dan setan murka.

6. Memanjangkan (keberkahan) usia.

7. Menambah banyak dan berlimpah keberkahan rezeki dariNya.

8. Membuat senang orang yang telah wafat. Sebenarnya mereka itu tahu keadaan kita yang masih hidup, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka merasa bahagia jika keluarga yang ditinggalkannya tetap menjalin hubungan baik.

9. Memupuk rasa cinta kasih terhadap sesama, meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan, mempererat dan memperkuat tali persaudaraan dan persahabatan.

10. Menambah pahala setelah kematiannya, karena kebaikannya (dalam hal ini, suka bersilaturrahim) akan selalu dikenang sehingga membuat orang lain selalu mendoakannya. Insya Allah...

Dengan silaturrahim yang menjadi program pribadi & keluarga, terencana dengan baik adalah bagian kunci suksesnya ukhuwah Islamiyah kita ini. Wallahu a'lam...


Barokallohu fiikum , Salam Ukhuwah ... ^-^ ❤

Wassalamu'alaykumWrwb... :-)

Tetap saling do'a yah^^


Jangan segan bersilaturrahim via twitter @bidadari_azzam :-)

Friday, September 20, 2013

Sekilas Kabar Musim Panas di Krakow


Assalamu'alaykuumwrwb...

Sobat-sobat di Krakow mengirimi pesan, singkat namun sangat berarti, membuat hati berbunga tentunya. :-)

Terutama adalah ketika sisters (yang muallaf) telah mampu mengenali huruf demi huuf kala membaca al-Quran, subhanalloh, senangnya qolbu mendengar kabar mereka ^_^.

Ramadhan 1434 hijriyyah di Krakow sangat berkesan bagi sister Anetta, dan yang lainnya, sebab meskipun kaum muslimin tidak berjumlah banyak, mereka tetap dapat menikmati suasana berbuka bersama di akhr minggu.

Bahkan saat hari raya eidul fitri, mereka berbahagia dengan membuat program acara keluarga, makan bersama di senja hari raya. :-)

*nanti nambahi ceritanya, belum bisa upload foto rupanya dari hp ini...:-)* ;-) selamat beraktivitas, Barokallohu fiikum , Salam Ukhuwah ... ^-^ ❤

Happy Busy Days! (^_^)

Tetap saling do'a yah^^ Jangan segan bersilaturrahim via twitter @bidadari_azzam ^^ Wassalamu'alaykumWrwb... :-)

Sunday, August 4, 2013

Hukum dan Adab I'tikaf





Assalamu'alaykum warohmatullohi wa barokatuh, berikut adalah penjelasan tentang i'tikaf* :-)


Hukum dan Adab I'tikaf


Definisi:


I'tikaf (الاعتكاف) dari segi bahasa berasal dari kata (العكوف). Artinya; Menetap dan berada di sekitarnya pada masa yang lama. Seperti firman Allah dalam surat Al-Anbiya: 52 dan surat Asy-Syu'ara: 71.

Sedangkan dari segi istilah, yang dimaksud i'tikaf adalah menetap di masjid dalam waktu tertentu dengan niat beribadah.

 

Landasan Hukum:


Syariat I'tikaf dinyatakan dalam Alquran, hadits dan perbuatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam serta para sahabat.

-       Dalam surat Al Baqarah ayat 125 Allah Ta'ala berfirman,


أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ     (سورة البقرة: 135)


"…Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud." (QS. Albaqarah: 125)

Aisyah radhiallahu anha berkata,



أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ (متفق عليه)


"Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan hingga beliau wafat. Kemudian para isterinya melakukan I'tikaf sesudahnya." (Muttafaq alaih).


Para ulama sepakat bahwa i'tikaf adalah perbuatan sunah baik bagi laki-laki maupun wanita. Kecuali jika seseorang bernazar untuk i'tikaf, maka dia wajib menunaikan nazarnya.

 

Lama i'tikaf dan Waktunya


Pendapat yang kuat bahwa lama I'tikaf minimal sehari atau semalam, berdasarkan riwayat dari Umar bin Khattab, bahwa beliau menyampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa dirinya di masa jahiliah pernah bernazar untuk I'tikaf di Masjidilharam selama satu malam, maka Rasulullah saw bersabda, 'Tunaikan nazarmu." (HR. Abu Daud dan Tirmizi)


Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa I'tikaf dapat dilakukan walau beberapa saat saja diam di masjid. Namun, selain bahwa hal ini tidak ada landasan dalilnya, juga tidak sesuai dengan makna I'tikaf yang menunjukkan berdiam di suatu tempat dalam waktu yang lama. Bahkan Imam Nawawi yang mazhabnya (Syafii) berpendapat bahwa i'tikaf boleh dilakukan walau sesaat tetap menganjurkan agar I'tikaf dilakukan tidak kurang dari sehari, karena tidak ada riwayat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabat bahwa mereka melakukan i'tikaf kurang dari sehari.


Sedangkan lama maksimal i'tikaf tidak ada batasnya dengan syarat seseorang tidk melalaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya atau melalaikan hak-hak orang lain yang menjadi kewajibannya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di tahun wafatnya pernah melakukan I'tikaf selama dua puluh hari (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)


Adapun waktu i'tikaf, berdasarkan jumhur ulama, sunah dilakukan kapan saja, baik di bulan Ramadan maupun di luar bulan Ramadan. Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan i'tikaf di bulan Syawal (Muttafaq alaih). Beliau juga diriwayatkan pernah i'tikaf di awal, di pertengahan dan akhir Ramadan (HR. Muslim). Namun waktu i'tikaf yang paling utama dan selalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lakukan hingga akhir hayatnya adalah pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan.

 

Masjid Tempat I'tikaf


Masjid yang disyaratkan sebagai tempat i'tikaf adalah masjid yang biasa dipakai untuk shalat berjamaah lima waktu. Lebih utama lagi jika masjid tersebut juga digunakan untuk shalat Jum'at. Lebih utama lagi jika dilakukan di tiga masjid utama; Masjidilharam, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.


Terdapat atsar dari Ali bin Thalib dan Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa i'tikaf tidak sah kecuali di masjid yang dilaksanakan di dalamnya shalat berjamaah (Mushannaf Abdurrazzaq, no. 8009). Disamping, jika i'tikaf dilakukan di masjid yang tidak ada jamaah shalat fardhu, peserta i'tikaf akan dihadapkan dua perkara negatif; Dia tidak dapat shalat berjamaah, atau akan sering keluar tempat i'tikafnya untuk shalat berjamaah di masjid lain.

Yang dimaksud masjid sebagai tempat i'tikaf adalah tempat yang dikhususkan untuk shalat dan semua area yang bersambung dengan masjid serta dibatasi pagar masjid, termasuk halaman, ruang menyimpan barang, atau kantor di dalam masjid.


Secara tekni, akan lebih baik jika masjidnya memiliki fasilitas yang dibutuhkan peserta i'tikaf, seperti tempat MCK yang cukup, atau ruangan yang luas tempat tidur  dan menyimpan barang bawaan.


Kapan mulai I'tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan dan kapan berakhir?


Jumhur ulama berpendapat bahwa i'tikaf dimulai sejak sebelum matahari terbenam di malam ke-21 Ramadan. Berdasarkan kenyataan bahwa malam 21 adalah bagian dari sepuluh malam terakhir Ramadan, bahkan termasuk malam ganjil yang diharapkan turun Lailatul Qadar.  Ada juga yang berpendapat bahwa awal i'tikaf dimulai sejak shalat Fajar tanggal 21 Ramadan. Berdasarkan hadits Aisyah ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam jika hendak i'tikaf, beliau shalat Fajar, setelah itu beliau masuk ke tempat i'tikafnya (HR. Muslim).


Adapun waktu berakhirnya, sebagian ulama berpendapat bahwa i'tikaf berakhir ketika dia akan keluar untuk melakukan shalat Id, namun tidak terlarang jika dia ingin keluar sebelum waktu itu. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa waktu i'tikaf berakhir sejak matahari terbenam di hari terakhir Ramadhan.

 



I'tikaf Bagi Wanita


Wanita dibolehkan melakukan I'tikaf berdasarkan keumuman ayat. Juga berdasarkan hadits yang telah disebutkan bahwa isteri-isteri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan i'tikaf. Terdapat juga riwayat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan Aisyah dan Hafshah untuk melakukan I'tikaf (HR. Bukhari)


Namun para ulama umumnya memberikan syarat bagi wanita yang hendak melakukan I'tikaf, yaitu mereka harus mendapatkan izin dari walinya, atau suaminya bagi yang sudah menikah, tidak menimbulkan fitnah, ada tempat khusus bagi wanita di masjid dan tidak sedang dalam haidh dan nifas.

 

Keluar dari Masjid saat I'tikaf

Secara umum, orang yang sedang i'tikaf tidak boleh keluar dari masjid. Kecuali jika ada kebutuhan pribadi mendesak yang membuatnya harus keluar dari masjid.


Aisyah radhillahu anha berkata, 


وَإِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُدْخِلُ عَلَيَّ رَأْسَهُ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةٍ إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا  (متفق عليه)


"Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyorongkan kepalanya kepadaku sedangkan dia berada di dalam masjid, lalu aku menyisir kepalanya. Beliau tidak masuk rumah kecuali jika ada kebutuhan, jika sedang I'tikaf." (Muttafaq alaih)


Perkara-perkara yang dianggap kebutuhan mendesak sehingga seorang yang i'tikaf boleh keluar masjid  adalah; buang hajat, bersuci, makan, minum, shalat Jumat dan perkara lainnya yang mendesak, jika semua itu tidak dapat dilakukan atau tidak tersedia sarananya dalam area masjid.


Keluar dari masjid karena melakukan hal-hal tersebut tidak membatalkan I'tikaf. Dia dapat pulang ke rumahnya untuk melakukan hal-hal tersebut, lalu lekas kembali jika telah selesai dan kemudian meneruskan kembali i'tikafnya. Termasuk dalam hal ini adalah wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah i'tikaf.  


Akan tetapi jika seseorang keluar dari area masjid tanpa kebutuhan mendesak, seperti berjual beli, bekerja, berkunjung, dll. Maka i'tikafnya batal. Jika dia ingin kembali, maka niat i'tikaf lagi dari awal.


Bahkan,  orang yang sedang i'tikaf disunahkan tidak keluar masjid untuk menjenguk orang sakit, menyaksikan jenazah dan mencumbu isterinya, sebagaimana perkataan Aisyah dalam hal ini (HR. Abu Daud).

 

Pembatal I'tikaf


Berdasarkan ayat yang telah disebutkan, bahwa yang jelas-jelas dilarang saat I'tikaf adalah berjimak. Maka para ulama sepakat bahwa berjimak membatalkan I'tikaf. Adapun bercumbu, sebagian ulama mengatakan bahwa hal tersebut membatalkan jika diiringi syahwat dan keluar mani. Adapun jika tidak diiringi syahwat dan tidak mengeluarkan mani, tidak membatalkan.


Termasuk yang dianggap membatalkan adalah keluar dari masjid tanpa keperluan pribadi yang mendesak. Begitu pula dianggap membatalkan jika seseorang niat dengan azam kuat untuk keluar dari I'tikaf, walaupun dia masih berdiam di masjid.


Seseorang dibolehkan membatalkan I'tikafnya dan tidak ada konsekwensi apa-apa baginya. Namun jika tidak ada alasan mendesak, hal tersebut dimakruhkan, karena ibadah yang sudah dimulai hendaknya diselesaikan kecuali ada alasan yang kuat untuk menghentikannya.

 

Yang dianjurkan, dibolehkan dan dilarang


Dianjurkan untuk fokus dan konsentrasi dalam ibadah, khususnya shalat fardhu, dan memperbanyak ibadah sunah, seperti  tilawatul quran , berdoa, berzikir, muhasabah, talabul ilmi, membaca bacaan bermanfaat, dll. Namun tetap dibolehkan berbicara atau ngobrol seperlunya asal tidak menjadi bagian utama kegiatan i'tikaf, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dikunjungi Safhiah binti Huyay, isterinya, saat beliau i'tikaf dan berbicara dengannya beberapa saat. Dibolehkan pula membersihkan diri dan merapikan penampilan sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disisirkan Aisyah ra, saat beliau I'tikaf.


Dilarang saat I'tikaf menyibukkan diri dalam urusan dunia, apalagi melakukan perbuatan yang haram seperti ghibah, namimah atau memandang pandangan yang haram baik secara langsung atau melalui perangkat hp dan semacamnya.

Hindari perkara-perkara yang berlebihan walau dibolehkan, seperti makan, minum, tidur, ngobrol, dll.

 

Filosofi I'tikaf


I'tikaf, selain dikenal sebagai salah satu ibadah yang dianjurkan dalam Islam, dia merupakan ajaran yang direkomendasi syariat bagi mereka yang ingin lebih berkonsentrasi untuk membersihkan dan membina jiwanya agar hubungannya kepada Allah lebih kuat. Juga agar ketergantungannya terhadap dunia tidak mendominasi dirinya. Diharapkan, dengan I'tikaf, akan lahir kesadaran dalam jiwa seorang muslim, bahwa kebersihan hati dan jiwa yang tidak didominasi tuntutan duniawi merupakan syarat utama untuk mendapatkan keselamatan hidup, di dunia maupun akhirat.


Jika pada ajaran lain terdapat ajaran meditasi, bertapa atau semacamnya untuk membersihkan hati dan menimbulkan konsentrasi, maka hal seperti itu tidak dibenarkan dalam Islam karena tidak ada dalil yang mengajarkannya. Disamping, banyak praktek ibadah yang telah diajarkan memiliki fungsi seperti itu, dan I'tikaf termasuk di dalamnya. Kalaupun Rasulullah shallallahu alaih wa sallam pernah melakukan khulwah (menyendiri) di goa Hira, hal itu beliau lakukan sebelum menerima wahyu. Adapun setelah dirinya diangkat menjadi seorang Nabi, maka beliau tidak lagi melakukan khulwah dan tidak mengajarkan umatnya untuk melakukan seperti yang pernah beliau lakukan di goa Hira.


Dalam konteks zaman sekarang, i'tikaf merupakan jawaban aplikatif atas budaya masyarakat yang cenderung mengakhiri bulan Ramadan dengan meninggalkan masjid dan beralih ke pusat-pusat perbelanjaan... maka, melakukan i'tikaf pada zaman sekarang, dapat dikatagorikan sebagai tindakan menghidupkan sunah yang telah banyak diabaikan masyarakat...

 

Wallahua'lam bishshaawab

 

 

Maraji;

-       Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab, Imam Nawawi rahimahullah.

-       Al-Mughni, Ibnu Qudamah rahimahullah.

-       Hiwar fil I'tikaf Ma'a Samahatissyekh Al-Allamah Abdullah bin Jibrin, rahimahullah.

-       Fiqhul I'tikaf, Dr. Khalid bin Ali Al-Musyaiqih.

 

*meneruskan pesan dari MMIT Bangkok*


Salam Ukhuwah :-). Wassalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuh...

@bidadari_azzam 

Wednesday, June 12, 2013

Mufti Menk in Kuwait (Info)




Assalamu'alaykumwr...

Frwd from email dan my bbm ;-)

Islamic Center of Kuwait (ICK) always strives to provide programs for the benefit of English speaking Muslim community in Kuwait in order to remain steadfast in our Deen and to be successful in this world and in the hereafter.

We are enclosing a flyer of a joint program by ICK with FIMA and IMWA under the patronage of Ministry of Awqaf & Islamic Affairs & Grand Mosque Administration. The main program will be held on 13 June 2013 in International Islamic Charitable Organization Hall (IICO), South Surra (near Civil ID office) immediately after Maghreb prayers. The map of IICO is given in the flyer.

As you know, Mufti Ismail is a powerful and renowned international speaker, Mufti of Zimbabwe and has a large following in the Muslim world, especially among English speaking Muslims.

He will also deliver Friday khutbah on 14 June 2013 in Masjid Al-Othman, Kuwait City. We will also have a lecture in Masjid Al-Othman by Mufti Ismail Menk between Maghreb and Eisha on Friday, 14 June 2014.

Jazak Allah Khair!

(ICK Management)

Walhamdulillah, hope we can come and get more knowledge from his tausiyah... Salam Ukhuwah from Kuwait, ^-^

(twitter : @bidadari_azzam)

Barokalloh, :-) Wassalamu'alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh...

Friday, May 31, 2013

Recitation Qur'an (memorizing) Some Surah by Azzam



Azzam with his grandpa

Azzam with abu Azzam




Assalamu'alaykum sisters and brothers, :-) these are lovely video that show recitation qur'an (memorizing) some surah by our lovely kid, Azzam (^-^) :

Qur'an Surah al-Baqoroh 1-5 and Ayatul Kursyi

Duaa before study, qur'an surah al-fatiha, al-ikhlas, etc...

Qur'an surah Qurroyssyin, an-Nashr, etc...

Alhamdulillah, hopefully it's usefull for all of us, #LoveIslam forever!

Barokallohu fiikum ^-^, don't forget to read Al-Kahf today ;-)...

Syukron jazzakumulloh khoiru jazza, friday mubarok!, Salam Ukhuwah :-)

Keep duas yah...^^, silaturrahim via twitter @bidadari_azzam ^^

Wassalamu'alaykumWrwb... :-)

Tuesday, May 28, 2013

Kabar Krakow :-)

FAREWELL MOMENT :-) sisters in Krakow

Fathin & Zuhud

Sisters Krakow



Salmiya, tepat di hari jum’at berkah… Rasanya lelah itu telah terbasuh tanpa sisa, langkah kaki penat dengan perjalanan 12 jam dari Jakarta-KL-Kuwait memboyong tiga jundi nan super aktif ini tidak sesulit yang dibayangkan orang-orang. Bola mata iba dan penuh duga tak sebanding dengan jutaan pandangan kagum dan pesona, oh Allah!

Kepindahan dari tanah eropa ke negeri teluk bukanlah hal mudah, pengeluaran dana buat terjemahan dokumen-dokumen dalam bahasa Arab, serta legalisasinya ditambah banyaknya pungli di tanah air—amat menempa kesabaran hati. Pemeriksaan kesehatan juga berurusan dengan klinik-klinik khusus (yang bercampur dengan lembaga-lembaga travel umroh serta PJTKI). Sehingga berbeda jika kita berada di luar Indonesia (seperti saat di Poland), kita bisa memanfaatkan asuransi kesehatan untuk pemeriksaan tersebut. Kerumitan dan prosedur bertele-tele itu saya share di blog pribadi.

Selalu ada kemudahan, Fa inna ma’al ‘usri yusra Inna ma’al ‘usri yusra, tiap urusan yang sulit, kenyataannya bisa diselesaikan dengan lancar, berkat kuasa Allah. Sisters di Krakow turut sedih mendengar kabarku dan anak-anak yang masih terpisah dengan abu Azzam. “Kalau tau ribetnya prosedur visa disana, kenapa tidak menunggu di Krakow sehingga anak-anak tetap menyelesaikan sekolahnya, sist?” Tanya seorang sister via email. Masuk ke tanah Poland 2009 lalu, kami bisa datang langsung sekeluarga, tanpa perlu check up di tanah air. Bahkan sehari datang ke Poland, kami langsung bisa mengatur jadwal pemeriksaan kesehatan, urusan bank dan proses resident-card (seperti KTP kalau di Indonesia).


“Karena anak-anak sudah kangen sama grandparents, sist… apalagi sedang libur musim dingin. Dan ternyata musim dingin kali ini sama seperti tiga tahun lalu, hingga awal april Krakow masih berselimut salju, riskan jika saya mengurusi prosedur visa dari Krakow ke Warszawa di musim salju, membawa tiga jundi yang super aktif pula, hehehehe…” Membayangkan keluar kota dengan balutan mantel tebal bersama tiga jundi yang kangen pada bapaknya, sehingga pola tingkah mereka tak dapat diprediksi lagi membuat saudariku tersenyum-senyum sambil menggelengkan kepala sendiri, kali ini ia bercakap via skype. “Masya Allah, I see sister… how strong mommy! I’m sorry that I can’t help you, but you know, I miss you and your boys so much! All of us in Krakow miss your family….” lanjutnya.

Tanda pelukan dari jauh kusematkan, “Oh, sister… you’ve already help me. Give duas, always… Keep duas for my family, it means a lot, dear…” Betapa besar kekuatan do’a. Bahkan di luar logika. Kami lanjutkan percakapan, ada sister Fathin yang berasal dari Malaysia, dia aktif dalam kerja dakwah di sela praktek dan kegiatan perkuliahannya sebagai calon dokter.

Fathin mengatakan bahwa kegiatan belajar membaca al-Qur’an berjalan lancar, Alhamdulillah. Apalagi ada sister Anetta Aisha yang sangat proaktif, setiap jum’at cuti dari kantor demi bertemu saudari lainnya di masjid. Mereka sisters yang gigih dan menampakkan kecintaan terhadap islam. Sister Anetta Aisha adalah sister yang mengantarkan kami sekeluarga ke bandara di awal pagi pada hari terakhir di Krakow. Ia berkata, “Actually honey, I feel so lonely… after that, I feel very happy because I have you and your family here in Krakow. But I will be happy if you are happy. Go with your smile, dear! I know, our destination is same…. Take care…. Please take care the children well, kochane…” banjir mata kami, basah pipi kami, dan orang-orang di bandara sibuk memotret adegan dramatis itu.

Sambungannya baca di link Islam Pos ini saja yah ^-^

Salam Ukhuwah, keep optimis! :-)

Barokalloh selalu (^-^)

Saturday, May 18, 2013

Do’a Ketika Dipuji Orang Lain


assalamu'alaykumwrwb...

Do’a Ketika Dipuji Orang Lain

Kita perlu hati-hati ketika dipuji orang karena pujian ini bisa membuat diri kita semakin ujub dan sombong. Oleh karenanya, sahabat yang mulia Abu Bakr Ash Shiddiq, yang terbaik setelah Rasul kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun berdo’a pada Allah agar dirinya lebih baik dari pujian tersebut. Ia pun meminta pada Allah agar tidak disiksa karena sebab pujian tersebut. Karena Allah lebih tahu isi hati kita, juga diri kita lebih tahu lemahnya diri kita dibanding orang lain. Jadi jangan terlalu merasa takjub dengan sanjungan orang apalagi diucapkan di hadapan kita. Yang Diucap Oleh Abu Bakr,

Ketika dipuji, Abu Bakr berdo’a,

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.

[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25: 145, Asy Syamilah)

Sebagaimana disebutkan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Al Auza’i mengatakan bahwa ketika seseorang dipuji oleh orang lain di hadapan wajahnya, maka hendaklah ia mengucapkan do’a di atas. Disebutkan pula oleh sebagian salaf bahwa jika seseorang dipuji di hadapannya, maka hendaklah ia bertaubat darinya dengan mengucapkan do’a yang serupa. Hal ini disebutkan pula oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman.

Disebutkan pula dalam Adabul Mufrod karya Imam Al Bukhari mengenai hadits di atas ketika beliau sebutkan dalam Bab “Apa yang disebutkan oleh seseorang ketika ia disanjung.”

Begitu pula disebutkan dalam kitab Hilyatul Awliya’ karya Abu Na’im Al Asbahaniy bahwa ketika seseorang dipuji di hadapannya, hendaklah ia mengingkari, marah dan tidak menyukainya, ditambah membaca do’a di atas. Ringkasnya, do’a di atas telah menjadi amalan para salaf sebagai suri tauladan yang baik bagi kita dalam beramal.

Hati-Hati dengan Rusaknya Amal

Hal di atas bukan hanya dilakukan oleh Abu Bakr, namun para salaf secara umum. Mereka tidak suka akan pujian. Karena mereka khawatir amalan mereka jadi terhapus karena selalu mengharap pujian.

Dalam hadits qudsi disebutkan,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim no. 2985). Imam Nawawi rahimahullah menuturkan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa” (Syarh Shahih Muslim, 18: 115).

Hati-hati pula dengan sifat ujub, yaitu takjub pada diri sendiri. Dalam hadits yang ma’ruf disebutkan,

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).” (HR. Abdur Rozaq 11: 304. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3039).

Ujub juga tidak merealisasikan ‘iyyaka nasta’in’ (Hanya kepada Allah kita mohon pertolongan). Karena ia merasa dirinya-lah yang berbuat.

Ditambah ujub pun dapat merusak amalan kebaikan. Sebagian ulama salaf, di antaranya Sa’id bin Jubair berkata,

إنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا الْجَنَّةَ يَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيُعْجَبُ بِهَا وَيَفْتَخِرُ بِهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ النَّارَ وَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ خَوْفُهُ مِنْهَا وَتَوْبَتُهُ مِنْهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal kebaikan malah ia masuk neraka. Sebaliknya ada pula yang beramal kejelekan malah ia masuk surga. Yang beramal kebaikan tersebut, ia malah merasa ujub (bangga dengan amalnya), lantas ia pun berbangga diri, itulah yang mengakibatkan ia masuk neraka. Ada pula yang beramal kejelekan, namun ia senantiasa takut dan ia iringi dengan taubat, itulah yang membuatnya masuk surga.” (Majmu’ Al Fatawa, 10: 294)

Ya Allah, bersihkanlah diri kami dari sifat tidak ikhlas dan merasa takjub pada diri sendiri. Jadikanlah kami lebih baik daripada yang mereka nilai dan janganlah siksa kami karena pujian mereka.


Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. --- (Dari Ust. Muhammad Abduh Tuasikal)

Barokallohu fiikum, Salam Ukhuwah... :-)

Tetap saling do'a yah...^^ Semoga tetap bisa silaturrahim via twitter @bidadari_azzam ^^

Wassalamu'alaykumWrwb... :-)

Thursday, March 14, 2013

bidadari_Azzam di Majalah PARAS edisi maret 2013

Alhamdulillah 'ala kulli hal, semoga usia kita berkah, aamiin Ya Allah...

Sebelum saya dan keluarga berangkat dari Krakow ke tanah air pada awal tahun (baca di sini), saya menyempatkan menjawab wawancara via email dari jurnalis PARAS. Beliau mengetahui tentang saya dari salah satu sahabat penerbit :-).

Saat itu baru saja berlangsung acara berbagi mawar yang saya ceritakan beberapa waktu lalu, sehingga ada pula dua stasiun televisi Poland yang ingin berbincang denganku yaitu tvpl dan Tvn... Karena keterbatasan waktu dan 'rempongnya' situasi packing di hari terakhir tersebut, saya tidak bisa menjawab keseluruhan wawancara dengan wartawan tv Poland tersebut.

Saya merekomendasikan beberapa sisters di Krakow untuk dihubungi oleh kedua stasiun tv itu, namun (lagi dan lagi) sisters malah ketakutan, ada prasangka dan perasaan tidak enak~ takut adanya intimidasi dan sejenisnya jika menjelaskan prihal keislaman mereka kepada masyarakat lokal (media televisi tsb). Yah, begitulah kondisi di Krakow, beginilah situasi perih sebagai minoritas muslimin di tengah kaum katholik yang amat taat dengan doktrin-doktrin pembesar church mereka.

Di halaman 34-36 majalah PARAS edisi maret 2013 ini, ada informasi mengenai hal tersebut, bagaimana kiprah dakwah di Krakow... :-)

Syukron jazzakumulloh khoiru jazza atas segala dukungan, do'a dan apresiasi sobat-sobat semua...

Alhamdulillah, alangkah indahnya ukhuwah islamiyah ^^







Azzam dan Uncle Ajudan meembaca PARAS edisi maret 2013 :-D

PS: Ternyata hasil wawancara dimuat juga :-) disini : Sri Yusriani (bidadari_Azzam)~Lukipos

Barokallohu fiikum, Fii amanillah...Salam Ukhuwah dari Krakow...(^_*)

@bidadari_Azzam

Wednesday, January 30, 2013

BAHAYA KEBIASAAN BERUTANG





Assalamu'alaykum... :-) Semoga artikel ini bermanfaat!

BAHAYA KEBIASAAN BERUTANG

Oleh: Said Yai bin Imanul Huda

(from milist MMIT-Bangkok)



Islam adalah agama yang mulia. Islam telah mengatur seluruh permasalahan di dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalamnya adalah permasalahan utang-piutang.

Islam tidak hanya membolehkan seseorang berutang kepada orang lain, tetapi Islam juga mengatur adab-adab dan aturan-aturan dalam berutang. Hukum asal dari berutang adalah boleh (jaa-iz).

Allah subhaanahu wa ta’aala menyebutkan sebagian adab berutang di dalam Al-Qur’an.

Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ }

“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian ber-mu’aamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS Al-Baqarah: 282)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berutang. Di akhir hayat beliau, beliau masih memiliki utang kepada seorang Yahudi, dan utang beliau dibayarkan dengan baju besi yang digadaikan kepada orang tersebut.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ‘anhaa, bahwasanya dia berkata :

( أَنَّ النَّبِيَّ -صلى الله عليه وسلم- اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ )

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya.” (HR Al-Bukhari no. 2200)

Akan tetapi, banyak kaum muslimin yang menganggap remeh hal ini. Mereka merasa nyaman dengan adanya utang yang “melilit’ dirinya. Bahkan, sebagian dari mereka di dalam hidupnya tidak pernah sedetik pun ingin lepas dari utang. Sebelum lunas pinjaman yang pertama, maka dia ingin meminjam lagi untuk yang kedua, ketiga dan seterusnya.

Jika hal ini dibiarkan, maka ini akan berlarut-larut dan akan “menular” kepada orang lain di sekitarnya. Terlebih lagi, dengan banyaknya fasilitas untuk berutang yang disediakan oleh lembaga-lembaga, badan-badan atau perusahaan-perusahaan yang menganut sistem ribawi. Dan parahnya, tidak hanya orang-orang awam yang terlibat dengan hal-hal seperti ini, orang yang sudah lama mengaji, orang berilmu dan orang-orang kaya pun turut berpartisipasi dalam “meramaikannya”. Na’uudzu billaahi min dzaalik.



Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sangat takut berutang dan sangat takut jika hal tersebut menjadi kebiasaannya. Mengapa demikian?

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ‘anhaa, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di shalatnya:

( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ )

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berutang.“

Berkatalah seseorang kepada beliau:

( مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنَ الْمَغْرَمِ؟ )

“Betapa sering engkau berlindung dari utang?”

Beliau pun menjawab:

( إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ, حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ. )

“Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya.” (HR Al-Bukhaari no. 832 dan Muslim no. 1325/589)

Perlu dipahami bahwa berutang bukanlah suatu perbuatan dosa sebagaimana telah disebutkan. Tetapi, seseorang yang terbiasa berutang bisa saja mengantarkannya kepada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aala. Pada hadits di atas disebutkan dua dosa akibat dari kebiasaan berutang, yaitu: berdusta dan menyelisihi janji. Keduanya adalah dosa besar bukan? *utang dapat menjerumuskan!*

Mungkin kita pernah menemukan orang-orang yang sering berutang dan dililit oleh utangnya. Apa yang menjadi kebiasaannya? Bukankan orang tersebut suka berdusta, menipu dan mengingkari janjinya? Allaahumma innaa na’udzu bika min dzaalika.

Mungkin di antara pembaca ada yang mengatakan, “Bukankan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri berutang?”

Ya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berutang karena sangat membutuhkan hal tersebut pada saat itu. Coba kita perhatikan dengan seksama hadiits yang telah disebutkan. Bukankan yang diutangi oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah makanan? Jika benar-benar memiliki kebutuhan, maka hal tersebut bukanlah sesuatu yang tercela.

Tetapi perlu diingat, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan hal yang mulia ketika beliau berutang. Apakah hal yang mulia tersebut? Beliau menggadaikan baju besinya sebagai jaminan. Apabila beliau tidak mampu membayarnya, maka baju besi itulah yang menjadi pembayarannya.

Begitulah seharusnya yang kita lakukan ketika berutang. Kita harus memiliki jaminan dalam berutang. Jaminan-jaminan tersebut bisa berupa:

~Harta yang dimiliki

Misalkan seseorang ingin membeli motor, dia memiliki uang di simpanannya sebanyak Rp 15 juta. Uang tersebut tidak berani dia keluarkan, karena menjadi simpanan usahanya yang harus di sisakan di simpanan bisnisnya, untuk berjaga-jaga dalam permodalan atau karena hal-hal lain. Kemudian orang tersebut membeli motor dengan kredit seharga Rp 15 juta kepada seseorang dengan batas waktu yang telah ditentukan. Hal seperti ini tidak tercela, karena seandainya dia meninggal, maka dia memiliki jaminan harta yang ada di simpanannya.

~Menggadaikan barang (Ar-Rahn)

Hal ini telah dijelaskan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

~Mengalihkan utang kepada piutang yang dimiliki (Al-Hawaalah/Al-Hiwaalah)

Misalkan si A memiliki piutang (orang lain [si B] berutang kepadanya) sebesar Rp 5 juta, kemudian orang tersebut ingin berutang kepada si C sebesar Rp 5 juta. Si A mengatakan kepada si C, “Bagaimana menurutmu jika piutangku pada si B menjadi jaminan utang ini.” Kemudian si C pun menyetujuinya. Maka hal tersebut juga tidak tercela dan pengalihan seperti ini diperbolehkan di dalam Islam. Seandainya si A meninggal, maka utang tersebut menjadi tanggung jawab si B untuk membayarkannya kepada si C.

~Mencari penanggung jawab atas utang yang dimiliki (Al-Kafaalah)

Misalkan seseorang membutuhkan biaya yang sangat besar secara mendadak, seperti: biaya operasi yang diakibatkan oleh kecelakaan. Orang tersebut tidak memiliki uang atau harta sebagai jaminannya. Pihak rumah sakit meminta orang tersebut mencari seorang penanggung jawab (kafil) atas utangnya tersebut. Seandainya orang tersebut kabur atau meninggal dunia, maka penanggung jawabnyalah yang membayarkan utangnya kepada rumah sakit. Hal ini diperbolehkan dengan syarat penanggung jawab tersebut mampu untuk membayarkan utangnya atau mampu mendatangkan orang yang berutang tersebut apabila dia kabur.

Jika tidak memiliki jaminan-jaminan yang telah disebutkan di atas, sebaiknya jangan membiasakan diri untuk berutang.

Karena orang yang meninggal sedangkan dia memiliki tanggungan utang, maka dia akan mendapatkan banyak keburukan. Setidaknya penulis sebutkan tiga keburukan pada tulisan ini.



- Keburukan pertama: Tidak dishalati oleh tokoh-tokoh agama dan masyarakat

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menshalati jenazah yang memiliki utang.

( عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ، فَقَالُوا: صَلِّ عَلَيْهَا ، فَقَالَ : (( هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ )), قَالُوا: لاَ، قَالَ: (( فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا ؟ )), قَالُوا: لاَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ، ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، صَلِّ عَلَيْهَا، قَالَ: (( هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ )) قِيلَ : نَعَمْ ، قَالَ: (( فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا؟ )) قَالُوا : ثَلاَثَةَ دَنَانِيرَ، فَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ أُتِيَ بِالثَّالِثَةِ، فَقَالُوا: صَلِّ عَلَيْهَا، قَالَ: (( هَلْ تَرَك شَيْئًا؟ )) قَالُوا : لاَ، قَالَ: (( فَهَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ )) قَالُوا: ثَلاَثَةُ دَنَانِيرَ ، قَالَ: (( صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ ))، قَالَ أَبُو قَتَادَةَ: صَلِّ عَلَيْهِ يَا رَسُولَ اللهِ، وَعَلَيَّ دَيْنُهُ، فَصَلَّى عَلَيْهِ.)

Diriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiallaahu ‘anhu, dia berkata, “Dulu kami duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian didatangkanlah seorang jenazah. Orang-orang yang membawa jenazah itu pun berkata, ‘Shalatilah dia!’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia punya utang?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak.’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia meninggalkan harta peninggalan?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian beliau pun menshalatinya. Kemudian didatangkan lagi jenazah yang lain. Orang-orang yang membawanya pun berkata, ‘Shalatilah dia!’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia punya utang?’ Mereka pun menjawab, ‘Ya.’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia meninggalkan harta peninggalan?’ Mereka pun menjawab, ‘Ada tiga dinar.’ Kemudian beliau pun menshalatinya. Kemudian didatangkanlah jenazah yang ketiga. Orang-orang yang membawanya pun berkata, ‘Shalatilah dia!’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia meninggalkan harta peninggalan?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak.’Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia punya hutang?’ Mereka pun menjawab, ‘Ada tiga dinar.’ Beliau pun berkata, ‘Shalatlah kalian kepada sahabat kalian! Kemudian Abu Qatadah pun berkata, ‘Shalatilah dia! Ya Rasulullah! utangnya menjadi tanggung jawabku.’ Kemudian beliau pun menshalatinya.” (HR Al-Bukhaari no. 2289)

Hadits di atas jelas sekali menunjukkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalati orang yang punya utang. Hal ini sebagai bentuk pengajaran beliau bahwa membiasakan diri untuk berhutang sedangkan dia tidak memiliki jaminan adalah sesuatu yang buruk. Oleh karena itu, sudah selayaknya orang-orang terpandang, tokoh masyarakat dan agama melakukan hal seperti ini ketika ada orang yang meninggal dan dia memiliki tanggungan utang.

-Keburukan kedua: Dosa-dosanya tidak akan diampuni sampai diselesaikan permasalahannya dengan orang yang meng-utanginya

Diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiallaahu ‘anhu dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

( أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّى خَطَايَاىَ ؟)

“Bagaimana menurutmu jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan diampuni?”

Beliau pun menjawab:

( نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلاَّ الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِى ذَلِكَ )

“Ya, dengan syarat engkau sabar, mengharapkan ganjarannya, maju berperang dan tidak melarikan diri, kecuali utang. Sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam baru memberitahuku hal tersebut.” (HR Muslim no. 4880/1885)



Hadits di atas menjelaskan bahwa ibadah apapun, bahkan yang paling afdhal sekalipun yang merupakan hak Allah, tidak bisa menggugurkan kewajiban untuk memenuhi hak orang lain. -Keburukan ketiga: Ditahan untuk tidak masuk surga, meskipun dia memiliki banyak amalan sampai diselesaikan permasalahannya dengan orang yang meng-utanginya

Diriwayatkan dari Tsauban, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( مَنْ مَاتَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ: الْكِبْرِ, وَالْغُلُولِ, وَالدَّيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ )

“Barang siapa yang mati sedangkan dia berlepas diri dari tiga hal, yaitu: kesombongan, ghuluul (mencuri harta rampasan perang sebelum dibagikan) dan utang, maka dia akan masuk surga. (HR At-Tirmidzi no. 1572, Ibnu Majah no. 2412 dan yang lainnya. Syaikh Al-Albani mengatakan, “Shahih” di Shahih Sunan Ibni Majah)

Oleh karena, sebelum mengakhiri tulisan ini, ada beberapa hal yang ingin penulis nasihatkan untuk diri penulis dan pembaca sekalian:

Janganlah membiasakan diri untuk berutang. Terutama berutang yang tidak memiliki jaminan.

Fasilitas untuk berkecimpung di dalam riba sangatlah banyak sekali di zaman ini. Oleh karena itu, janganlah kita biarkan diri kita berkecimpung di dalamnya! Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( لَعَنَ اللَّهُ آكِلَ الرِّبَا ، وَمُوكِلَهُ ، وَشَاهِدَهُ ، وَكَاتِبَهُ.)

“Allah melaknat pemakan riba, yang memberi makan, saksi dan juru tulisnya.” (HR Ahmad no. 3725. Syaikh Syu’aib mengatakan, “Shahih li ghairih.”)

Apabila ingin berutang, maka niatkanlah dengan hati yang jujur untuk segera melunasi utang tersebut pada waktu yang telah dijanjikan. Insya Allah, Allah akan membantu pelunasannya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ.)

“Barang siapa meminjam harta manusia dan dia ingin membayarnya, maka Allah akan membayarkannya. Barang siapa yang meminjamnya dan dia tidak ingin membayarnya, maka Allah akan menghilangkan harta tersebut darinya.” (HR Al-Bukhaari no. 2387)

Apabila telah sampai batas waktu yang telah ditentukan, maka segeralah membayar utang tersebut dan jangan menunda-nundanya, terkecuali pada saat itu kita tidak memiliki harta untuk membayarnya. Orang yang memiliki harta untuk membayar utangnya, tetapi dia sengaja memperlambat pembayarannya, maka dianggap sebagai suatu kezoliman/dosa.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

( مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ )

“Memperlambat pembayaran utang untuk orang yang mampu membayarnya adalah kezoliman.” (HR Al-Bukhaari no. 2288 dan Muslim no. 4002/1564)

Jika benar-benar tidak mampu membayar hutang pada waktu yang telah ditentukan, maka bersegeralah meminta maaf kepada orang yang meng-utangi dan minta tenggang waktu untuk membayarnya.

Demikian tulisan yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua dan mohon untuk menyampaikan kepada saudara kita yang lain.

( اللَّهُمَّ إِنِّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ )

Subhanalloh!

Barokalloh, salam ukhuwah dari Krakow! ^^

*eh, Salam Ukhuwah dari tanah air, euy... sedang liburan di Indonesia!* :-)

Tuesday, January 8, 2013

Mengenal Makanan Haram





Assalamu'alaykum Wrwb.... :-)

Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Dan firmanNya yang lain: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya”. (HR Muslim no. 1015).


Jenis Makanan HARAM:

1. BANGKAI

Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb :

A. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.

B. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.

C. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati.

D. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir).

Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:

“Dari Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)

Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” : (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR. Daraqutni: 538).

Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi).

2. DARAH

Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:

“Atau darah yang mengalir” (QS. Al-An’Am: 145) Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24).

Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih. Semuanya itu hukumnya halal.

Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. (Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan).

3. DAGING BABI

Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama.

4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH

Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya, maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.

5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS

Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin. Adapun hewan yang diterkam binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.

6. BINATANG BUAS BERTARING

Hal ini berdasarkan hadits : “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933)

Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119) Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan tutul, harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. (Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi).

Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. (lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I’lamul Muwaqqi’in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani.

Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui persilanganpendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama’pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikianpula anjing, gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan pendapat orang.”

Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits :

“Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa’i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507).

Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3-28)

7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM

Hal ini berdasarkan hadits : Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim no. 1934)

Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): “Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.”

8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)

Hal ini berdasarkan hadits:

“Dari Jabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa’i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).

Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :

Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. (Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani).

Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ” Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan’ani).

9. AL-JALLALAH

Hal ini berdasarkan hadits :

“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).

“Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189). “Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648).

Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…”

Hukum jalalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari (9/648) oleh Ibnu Hajar).

Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.”

Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3/32).

10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA

Berdasarkan hadits : “Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390).

Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhob baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’ (sampai pada nabi) “Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.” (HR Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)

11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH

“Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz “kalajengking: gantinya “ular” )

Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan” (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).

“Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)” “Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya”.

12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH

“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad. ” (HR Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916).

Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” (Lihat Al-Majmu’ (9/23) oleh Nawawi). Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. (Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi).

“Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya." (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa’i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani).

Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafe’i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak (lihat pula Al-Majmu’ (9/35) , Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma’bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam)

13. BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM

Sejauh ini BELUM ADA DALIL dari Al Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat).

Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya" adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Berikut contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam :

KEPITING – hukumnya HALAL sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.(Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm).

KURA-KURA dan PENYU – juga HALAL sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).

ANJING LAUT – juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).

KATAK/KODOK – hukumnya HARAM secara mutlak menurut pendapt yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.

Salam Ukhuwah dari Krakow! :-)

Barokalloh selalu, selamat berjuang dalam menjauhi menu makanan haram, ^^

Sumber : Milist MMIT Bangkok