(pic : Suasana berbuka puasa di ruangan muslimah)
(foto : ustadz Abdul Jabbar dan ustadz Hamada Farg yang mengunjungi masjid Krakow)
(foto : Suasana ifthar jama’i pertama kalinya di Krakow)
(foto : Buat menu ifthor, roti camilan khas Turkey, dimasak oleh Abu Azzam :-))
Usai bertatap muka dengan saudari muslimah lainnya, tentu yang ingin kita lakukan adalah saling mengenal lebih dekat. Itulah yang terjadi pada saya. Dan ternyata, bahasa yang paling ‘populer’ di antara kami adalah bahasa senyuman serta gerakan tangan dan mata. Sebab muslimah asal jazirah arab hanya bisa berbahasa Arab, muslimah asal India dapat berbahasa Inggris sedikit, muslimah asal kota lain di Poland pun hanya berbahasa Polish.
Sedangkan saya satu-satunya muslimah asal Indonesia dan seorang muslimah senior asal Damaskus yang sudah 25 tahun tinggal di Poland, mencoba menengahi dengan sedikit kemampuan berbahasa Inggris, secuil bahasa Arab dan secuil bahasa Polish. Pokoknya bisa juga ‘nyambung deh’, namanya juga persaudaraan dalam Islam, bagaikan tali kencang yang makin hari bisa makin terikat erat, sebab Allah ta’ala yang mengencangkan ukhuwah ini. Insya Allah…
Biasanya kalau kita berbuka puasa di tanah air, atau ketika saya tinggal di Bangkok dan Kuala Lumpur, yang sibuk menyiapkan dan menata makanan buat hidangan berbuka adalah kaum ibu. Sedangkan para bapak menjaga anak-anak selagi ibu-ibu sibuk. Di Krakow berbeda, kaum ibu sibuk menemani anak-anak yang saling berkenalan, para bapak malah yang menyiapkan menu berbuka. Termasuk suamiku, ia yang mengadon roti dan memanggangnya sendiri.
Brothers di Krakow tampak sangat mandiri, mereka menata hidangan berbuka dengan rapi, sigap menuangkan sup-sup ke mangkok-mangkok dan diedarkan ke ruangan muslimah, lalu usai makan pun, semuanya bersih dan rapi kembali. Mereka pula yang membersihkan bekas tempat makan anak-anak dan istri. Istilahnya ketika tinggal di Krakow ini, para bapak memang lumayan banyak ‘meng-upgrade’ kemampuan diri.
...
Baca artikel lengkapnya di Eramuslim-link silaturrahim berikut ini saja yah... foto-fotonya tidak muncul di halaman artikel tersebut, loadingnya lama, nkali...
Semoga melalui tulisan ini pula, ukhuwah islamiyah kita makin erat walaupun terpisah jarak nan jauh. Brother Abu Azzam dalam kultumnya mengatakan, “Ramadhan adalah milik kita, tergantung pribadi masing-masing yang membuatnya bermakna…”. Entah kita berada di belahan bumi manapun dan mungkin hanya memiliki saudara sesama muslim berjumlah hitungan jari tangan, tetaplah itu tidak mengurangi keberkahan bulan mulia, tak mengurangi kebahagiaan memasuki bulan perjuangan, pembinaan dan penuh pengampunan.
Azzamkan dalam hati agar senantiasa berharap menjadikan ramadhan ini sebagai ramadhan terbaik kita. Syukur kepada-Mu atas hidayah dan kekuatan untuk istiqomah dalam rambu-rambu islam, Yaa Allah.
Billahi taufiq wal hidayah, Wassalamu ‘alaykum warahmatullahi wabarakatuh.